Jakarta – Usai viralnya berita tentang penganiayaan para pemegang saham oleh Purnomo Prawiro, isteri dan putrinya yang disertai visum et repertum, dan berita tentang percobaan penghilangan nyawa Mintarsih dan Tino, yang disertai laporan legal langsung oleh tim penculik ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan pengakuan legal notaris, maka Purnomo tetap mencoba melaporkan Mintarsih Kepolisian tentang meracuni peserta HUT Blue Bird.
Namun Kepolisian tidak memprosesnya karena terjadi kejanggalan antara lain bahwa para saksi membuat pengakuan yang berbeda, dan ada kejanggalan-kajanggalan tanpa adanya bukti.
“Saya pernah dituduh akan meracuni ratusan peserta perayaan HUT perseroan hanya berdasarkan pengakuan beberapa anak buah yang memberikan pengakuan yang berbeda. Kepolisian juga tidak menemukan adanya bukti bahwa saya menebarkan racun,” kata Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/8/2025).
Saat ditanyakan lebih lanjut, Mintarsih yang juga sebelumnya viral soal pencurian saham di Blue Bird miliknya dengan nilai yang jika dirupiahkan ada lebih dari Rp 1 triliun ini menjelaskan ketika ia masih menjabat sebagai salah satu Direksi di PT Blue Bird Taxi dan ikut dalam kegiatan dimana Mintarsih juga ikut serta, namun bagaimana caranya juga? “Bagaimana caranya saya membawa dan menebarkan racunnya, sedangkan penjagaan terhadap saya sangat ketat,” ungkap Mintarsih
Dokter jiwa yang juga direktur dan pemilik saham di PT Blue Bird Taxi menerangkan bahwa tuduhan itu sangat keji, termasuk pengakuan yang sangat janggal, bahkan dugaan pembunuhan dan penculikan kepada para pemegang saham selain dirinya juga terjadi, lantaran Purnomo dan lainnya ingin menguasai seluruh harta benda dan saham Mintarsih.
“Para pemegang saham lain (di PT Blue Bird) juga akhirnya tidak berdaya, bahkan ada yang dianiaya, dipukuli, keroyokan,” ungkap Mintarsih yang juga dikenal sebagai Ilmuwan.
Beruntung, lanjut Mintarsih, bahwa salah seorang pemilik saham sudah renta saat itu memang nyaris tewas lantaran dipukuli, termasuk dirinya yang juga akan menjadi sasaran berhasil menyelamatkan diri dari target penyerangan Purnomo Prawiro, Noni Purnomo dan anak keluarga lainnya.
“Saya masih berhasil selamat, namun saya tetap akan melawan gugatan yang mendesak meminta seluruh gaji, tunjangan hari raya saya selama puluhan tahun bekerja, serta saya juga dituduh mencemarkan nama baik, dengan total 140 miliar,” tuturnya.
Kekacauan yang terus menerus ini pun berdasarkan penelusuran membuat saham Blue Bird (BIRD) terus anjlok, melebihi jatuhnya Indeks Saham Gabungan.
Sebelumnya mantan Menko Polhukam Prof Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H atau yang umum dikenal Mahfud MD mengungkapkan bahwa di Indonesia memang ada para pencuri saham.
Bahkan perampokan saham itu dijelaskannya terjadi dengan melibatkan para oknum aparat. “Ada juga pencurian saham, yang paling banyak misalnya pencurian saham perusahaan,” ujar Mahfud MD.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lebih lanjut menerangkan, bahwa orang-orang jahat di dalam suatu perusahaan bermain dengan oknum pejabat dan notaris. “Dibuat perusahaan atas nama Bapak itu (Mahfud MD menunjuk ke pembawa acara) bisa berubah atas nama saya,” pungkas Mahfud MD.
Kemudian soal kasus pencurian saham milik Mintarsih yang diketahui Mintarsih A. Latief ketika menjadi direksi memang telah berprofesi sebagai dokter jiwa dengan capaian pendidikan S2 dengan memuaskan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Paspor dinas pun dikantonginya karena aktivitas kedokteran dan organisasi, dimana berbagai perjalanan dinasnya juga dibiayai WHO.
Dari penelusuran jurnalis, Mintarsih adalah (Temporary) Mental Health Advisor WHO, dan terdeteksi pernah melakukan penerbangan ke berbagai negara dengan Paspor Dinas, diantaranya ke Swiss, India, Costa Rica, Ghana, Hongkong, Thailand, Belanda, Inggris, Malaysia dan lain-lain.
DIUNGKAPNYA KEANEHAN
Sebelumnya Mintarsih yang didampingi pengacaranya menerangkan, soal Pertimbangan Mahkamah Agung pada putusan 2601K/Pdt/2601 jo 313/Pdt.G/2013/PN.Jaksel pada halaman 78 baris ke 36 disalin sebagai berikut : Bahwa terjadi keanehan bahwa di persidangan dikatakan terbuktinya Para Tergugat / Mintarsih dkk melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan Penggugat / Purnomo (surat bukti P-1 sampai P-30) yang terbukti ketidak benarannya lewat Kepolisian, Persatuan Wartawan Indonesia maupun bukti-bukti lain.
Bantahan dari Mintarsih dkk adalah bahwa : Bahwa Pembantah I dahulu Direktur dan Komisaris berhak atas honor/gaji berdasarkan Ketentuan Undang-Undang yang mengatur Badan Hukum Perseroan Terbatas (Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 Jo Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) turunannya adalah Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebagai sumber hukum tertinggi, dalam perkara in casu adalah Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang termaktub dalam statuta PT Blue Bird Taxi dahulu PT Sewindu Taxi dalam Pasal 10 ayat 4 (P-1 = T-2) yang berbunyi : Para anggota Direksi dan Komisaris dapat diberi gaji tiap-tiap bulan yang besarnya akan ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Terlebih lagi adalah bahwa gugatan yang meminta dikembalikannya gaji adalah Purnomo pribadi dan bukan para pemegang saham PT Blue Bird Taxi.
Bukti P-1 sampai Bukti P-30 yang oleh Hakim-hakim Agung dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum yang diuraikan kejanggalannya sebagai berikut : Bukti P-1 s/d Bukti P-4 hanyalah pembuktian adanya Akta PT Blue Bird Taxi dan Akta PT Gamya, dan bukan bukti yang membenarkan adanya Perbuatan Melawan Hukum yang notabene dikaitkan menjadi dasar Putusan denda Materiil maupun denda Immateriil.
Bahwa bukti P5.43 s/d P.5.152, P6.89 s/d P6.147a, P7.43 s/d P7.152 dihubungkan dengan denda materiil ke Mintarsih dkk sebesar Rp40 miliar berupa: pembayaran uang gaji/honor, THR, honor biaya pengawasan yang dalam 50 tahunan ini pernah diterima.
Kejanggalannya adalah bahwa Purnomo sebagai direktur dapat meminta ke Mintarsih melalui Pengadilan untuk meminta dikembalikannya gaji, THR dan biaya pengawasan selama 50an tahun bekerja, yang dilakukan tanpa persetujuan para pemegang saham. Dengan perkataan lain, Purnomo telah berlaku semena-mena dengan menempatkan dirinya sebagai pemilik tunggal PT Blue Bird Taxi, sehingga meminta gaji dikembalikan tanpa melalui RUPS yang merupakan syarat berdasarkan pasal 76 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.
Bukti P-8 adalah sertifikat deposito Mintarsih yang dicabut oleh Mintarsih selaku pemilik deposito tersebut. Namun dijadikan bukti bahwa Mintarsih melakukan perbuatan melawan hukum. Ini kan sudah terlalu ngawur.
P-9 s/d Bukti P-13 merupakan surat laporan ke Kepolisian dari Purnomo atas kejadian lebih dari 14 tahun sebelum gugatan tahun 2013 tersebut, yang tidak berhasil membuktikan adanya perbuatan pidana sesuai laporan yang dikemukakan pada saat Peradilan.
Bukti P-14, Bukti P-27 s/d Bukti P-29 merupakan berita yang dibuat oleh wartawan atau media terkait yang sudah merupakan prosedur umum wartawan.
Jika berita tersebut tidak benar, maka Purnomo/Kuasa Blue Bird harus melakukan bantahan yang disiapkan oleh Undang-Undang, tapi mengapa tidak dilakukan. Kan sudah ada wartawan senior yang menjadi anak buah dalam bidang berita. Bukti P-18 s/d Bukti P-26 + Bukti P-30 adalah surat dalam hubungannya dengan pelaporan pihak keamanan PT Blue Bird Taxi yang dilaporkan ke Kepolisian.
Faktanya adalah bahwa Kepolisian menolak Laporan Kepolisian tanpa bukti yang terarah yang dilaporkan tersebut dengan nomor /K/VII/2008/SEK.MP, dalam hal mana Kepolisian tidak bersedia menerima laporan Kepolisian tersebut.
Bukti yang diberikan bukannya memperkuat bahwa yang menyebarkan racun adalah Mintarsih, namun membuktikan bahwa racunnya dapat mematikan. Namun jika benar, mestinya para korban dibawa ke rumah sakit.
Tapi karena tidak ada korban maka tidak ada yang dibawa ke rumah sakit. Maka sudah tepat sekali bahwa Kepolisian tidak mau memproses tanpa adanya bukti perbuatan dan bukti adanya korban.
Dengan demikian Purnomo memberikan bukti yang tidak terkait dengan Gugatan No. 313/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel.
Maka cara yang dilakukan Purnomo adalah meminta gaji dan lain-lain dikembalikan tanpa dasar hukum, karena gaji adalah hak. Pengadilannyapundapat digolongkan sebagai pengadilan tersesat karena Purnomo menggugat sesama direktur tanpa melalui RUPS yang secara hukum merupakan persyaratan mutlak.
Secara hukum laporan Pengadilan telah melanggar aturan internal maka mutatis mutandis putusan Pengadilan a quo adalah batal/tidak sah dan melampaui kewenangan, sehingga beralasan untuk diajukannya Gugatan Bantahan ataupun Peninjauan Kembali.