Medan – BPK menemukan realisasi belanja perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan kondisi nyatanya pada sekretariat DPRD Medan sebesar Rp7.609.326.799,00 dan telah si setorkan sebesar Rp3.177.653.400,00, sehingga terdapat sisa sebesar Rp4.447.676.528,00.
Menanggapi Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Atas Dugaan Korupsi perjalanan dinas tersebut. Pengamat Anggaran Sumatera Utara, Elfenda Ananda angkat bicara, Jumat (6/9/2024).
Ditengah kesulitan hidup masyarakat saat ini, Tak seharusnya wakil rakyat memberikan contoh buruk. Apa lagi mengakali kwitansi maupun Nota perjalanan dinas guna menguntungkan diri sendiri.
” Pertama soal ketidak sesuaian bill hotel dengan fakta, dimana lebih mahal kwitansi yg tertera ketimbang yg sesungguhnya.” Tutur Elfenda ananda.
” Atau istilah kasarnya kwitansi dibeli sesuai keinginan pihak yg membutuhkan. Padahal model seperti ini tidak dibenarkan termasuk pihak hotel yang berkaitan juga harus bertanggung jawab.” Imbuhnya.
Aparat Penegak Hukum juga harus segera turun dan memeriksa temuan BPK ini. “Tak hanya Oknum Anggota DPRD Medan Pihak Hotel juga harus turut diperiksa guna memastikan fakta dilapangan.
“makanya hotel juga ikut diperiksa.” Tak hanya pihak hotel, aph juga harus memeriksa seluruh orang yang terlibat atas temuan BPK ini, Termasuk Sekwan.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan realisasi belanja perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya pada sekretariat DPRD Medan sebesar Rp7.609.326.799,00 dan telah si setorkan sebesar Rp3.177.653.400,00, sehingga terdapat sisa sebesar Rp4.447.676.528,00 dengan penjelasan sebagai berikut.
Rincian Biaya Penginapan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya berjumlah 1.138 atau senilai Rp4.431.773.699.00 dan kelebihan pembayaran uang harian DPRD Medan sebanyak 262 kali yang jumlahnya Rp261.500.000.00.
Bukti pertanggungjawaban hotel/ penginapan pada Sekretariat DPRD tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Pemeriksaan atas realisasi biaya penginapan perjalanan dinas luar kota dilakukan melalui konfirmasi kepada pihak hotel secara tertulis dan formal. Berdasarkan konfirmasi kepada 16 hotel di beberapa kota (Medan, Banda Aceh, Takengon, Pekan Baru, Jakarta, dan Bogor), dua diantaranya menunjukkan terdapat pelaksana perjalanan dinas yang mempertanggungjawabkan biaya penginapan, tetapi tidak menginap di hotel tersebut pada tanggal yang sesuai dengan Surat Perintah Tugas SPT).
Hasil konfirmasi juga menunjukkan terdapat pelaksana perjalanan dinas yang menginap dengan nilai bill hotel yang lebih tinggi dibandingkan dengan uang yang diterima oleh pihak hotel.
Berdasarkan wawancara dengan Bendahara Pengeluaran, Bendahara Pengeluaran Pembantu, PPTK, PPK, dan KPA, bentuk verifikasi dokumen pertanggungjawaban perjalanan dinas yang dilakukan pada Sekretariat DPRD adalah berupa koreksi aritmatika, meyakini bahwa biaya/harga satuan tidak melebihi Standar Satuan Harga (SSH) dan kelengkapan dokumen.
Verifikasi tidak sampai melakukan konfirmasi kepada pihak hotel/ penginapan.
Dokumen pertanggungjawaban berupa bukti bill hotel yang diserahkan kepada PPTK dan Bendahara Pengeluaran merupakan dokumen dari pelaksana perjalanan dinas. PPTK dan Bendahara Pengeluaran hanya mengumpulkan dokumen tersebut dan tidak pernah meminta bill kepada masingmasing hotel secara langsung.
Hasil konfirmasi ke pihak hotel diketahui terdapat ketidaksesuaian bukti pertanggungjawaban dengan kondisi senyatanya sebesar Rp4.170.173.699,00, yaitu:
1) Terdapat pelaksana perjalanan dinas yang tidak menginap. Dengan mempertimbangkan 30% dari standar harga penginapan kota tempat tujuan sebesar Rp4.109.273.699,00; dan
2) Tarif hotel tidak sesuai dengan bukti pertanggungjawaban sebesar Rp60.900.000,00. Tujuan terbanyak yaitu kantor DPRK Aceh Tengah dan Kantor DPRK Bener Meriah. Kemudian Kantor DPRD Pekan Baru, Kantor DPRD Provinsi Riau.
Biaya transportasi tidak sesuai ketentuan sebesar Rp261.500.000,00.
Hasil pemeriksaan secara uji petik terhadap bukti pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas pada Sekretariat DPRD menunjukkan terdapat pemberian biaya transportasi kepada wakil dan ketua DPRD berupa sewa kendaraan untuk ransportasi lokal selama melaksanakan perjalanan. Dketahui terdapat 262 tugas perjalanan dinas yang menggunakan kendaraan sewa untuk transportasi lokal. Oleh karena itu, terdapat kelebihan pembayaran uang harian sebesar Rp261.500.000,00 .
Biaya transportasi tidak sesuai ketentuan sebesar Rp261.500.000,00.
Bukti pertanggungjawaban tiket pesawat tidak sesuai identitas pelaksana perjalanan dinas sebesar Rp2.709.729,00.
Pembayaran biaya penginapan melebihi standar satuan harga sebesar Rp6.372.000.00.
Atas temuan BPK ini tim pun berupaya mengkonfirmasi sejumlah pihak terkait. Ketua DPRD Medan, Hasyim serta Wakil Ketua DPRD Medan, Rajudin Sagala Justru Memilih Bungkam. Pesan singkat maupun Telepon Selular tak direspon.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Medan, Rajudin Sagala sempat merespon sambungan selular via Whatsapp pribadi miliknya. Mirisnya, saat mengetahui yang ditanyakan merupakan dugaan korupsi atas temuan BPK dia kembali bungkam.